Kamis, 25 Februari 2016

Sensasi Tanjakan 'Putus Asa' Di Bandung

Di kalangan penggowes sepeda Bandung, ada sebuah tanjakan favorit yakni Tanjakan Putus Asa. Tanjakan yang terletak dekat dengan Taman Hutan Raya Juanda ini memang melelahkan, tapi menyajikan pemandangan indah.
“Ayo, siapa yang bisa sampai puncak tanpa turun dari sepeda?” teriak seorang pesepeda. Yang ditantang kemudian menyela, “Hadiahnya apa?” dibalas dengan jawaban “Helm sepeda atau tas punggung.”
Akhirnya mereka berlomba untuk menaklukan tanjakan panjang dan cukup terjal itu, dan tak ada satu pun yang berhasil menaklukan tanjakan itu.
Di kalangan pesepeda, tanjakan ini memang terkenal dengan nama Tanjakan Putus Asa (TPA). Beberapa pesepeda menyebut tanjakan ini sebagai salah satu dari 9 tantangan yang sulit ditaklukan.
TPA masuk ke dalam wilayah Taman Hutan Raya Djuanda Bandung. Jalan yang membelah panjang, juga sekaligus menjadi batas antara wilayah hutan dengan wilayah perkebunan dan rumah warga desa Ciburial.
TPA bisa dicapai melalui jalan Pakar Timur. Setelah gerbang Taman Hutan Raya Djuanda, akan ada jalan bercabang. Lurus untuk ke gerbang 2 Tahura, dan menuju Maribaya, lanjut jalan ke kanan untuk ke TPA. Dari belokan itu sampai TPA kurang lebih mencapai 2 KM.
2 KM pertama masih didominasi oleh villa dan rumah penduduk. Entah mengapa, villa-villa bisa
mengambil tanah milik perhutani. Setelah melewat pagar tembok yang panjang, barulah pemandangan hutan mulai terasa.
Pohon pinus dan jalan yang rindang membentang di hadapan kita. Pemandangan Kota Bandung dan bukit-bukit sekitarnya juga bisa dinikmati di trek ini.
Setelah itu, perjalanan akan terasa menanjak. Di tempat yang dulu ada sebuah batu besar, yang oleh penduduk diberi nama batu garok. Perjalanan menaklukan TPA mulai terasa, jalan menanjak panjang. Sedikit demi sedikit mulai menerjal.
Betul-betul menantang daya tahan para pesepeda. Perkiraan saya, TPA ini memiliki panjang lintasan 500 meter dengan kecuraman bervariasi.
Jalur lainnya bisa menggunakan Jl. Ciburial Indah dahulu, hingga sampai Pesantren Al Qur’an Babussalam. Sebelum Pesantren, ada jalan ke kiri dan menanjak, ikuti saja jalan itu hingga bertemu saung bilik di ujung jalan mentok. Ambil arah kiri dan ikuti satu-satunya jalan berbatu dan terjal itu, hingga nanti bertemu kembali di pertengahan TPA.
Untunglah, keletihan menaklukan TPA bisa dikamuflase dengan sedikit alasan berfoto ria, atau menunggu teman yang masih tertinggal di bawah.
Setelah TPA bisa ditaklukan, maka jalanan akan mendatar. Tak sampai 300 meter dari situ, maka akan ada tempat istirahat favorit pesepeda yang dikenal sebagai Warung Bandrek.
Di situ para pesepeda bisa melepaskan letih, mengembalikan lagi stamina tubuh sambil minum bandrek atau bajigur yang khas. Pokoknya Tanjakan Putus Asa terbayar lunas jika sudah sampai di Warban.
Setelah di Warban mau ke mana? Terserah, masih banyak tantangan. Mau terus ke Barutunggul, turun bukit ke Curug Omas, naik ke Tebing Karaton, atau balik lagi menuruni Tanjakan Putus Asa. Semuanya boleh saja, asal dengkul dan pahanya masih kuat mengayuh pedal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar